A. Sejarah Gereja Pantekosta di
Indonesia Gesing dan Perkembangannya.
Gereja Pantekosta di Indonesia Gesing
adalah bagian dari organisasi Gereja Pantekosta di Indonesia. Gereja Pantekosta
di Indonesia merupakan organisasi gereja yang cukup besar dan berkembang di
seluruh penjuru tanah air, bahkan berkembang juga di beberapa Negara lain.
Dikatakan sebagai organisasi yang besar karena organisasi ini memiliki jumlah
gereja yang sangat banyak yang tersebar dikota-kota maupun didesa-desa dengan
jumlah dua belas ribu empat ratus lima puluh ( 12.450) sidang jemaat, ini belum
termasuk cabang.[1]
Demikian pula Gereja Pantekosta di
Indonesia Gesing. Sidang Jemaat Gereja Pantekosta di Gesing adalah murni hasil
penginjilan yang dilakukan oleh kaum awam jemaat Gereja Pantekosta Temanggung
yang pada waktu itu di gembalakan oleh Bp. Pdt. Titus Yuwono. Sekalipun pada
waktu itu belum popular istilah pertumbuhan gereja, namun gereja pada waktu itu
telah mempraktekan pertumbuhan gereja secara ekstensi[2]
yaitu membuka dan memulainya gereja-gereja baru. Pastor Young G. Chai
mendefinisikan pertumbuhan gereja sebagai berikut : “dengan menemukan karunia
jemaat, melatih dan memberi kesempatan supaya karunia mereka dapat dipakai
semua kegiatan gereja dan pekerjaan yang membangun jemaat, yaitu penginjilan,
kunjungan oleh kaum awam”[3]
Dalam hal ini peran gembala dalam memulai suatu gereja baru sangat menentukan.
Daud Garrison menuliskan dalam bukunya mengenai pertumbuhan gerejanya :
Pertumbuhan
gereja adalah lebih sekedar dari kebangunan rohani yang dapat dilihat mata, hal
yang spektakuler, tetapi pertumbuhan gereja harus diawali darui penanaman
gereja tua yang disebut dengan istilah gerakan penanaman gereja.[4]
Garrison melihat pertumbuhan gereja
tersebut dari sisi penginjilan sehingga akibat yang dapat dilihat dan
dibuktikan banyak gereja tersebut mengirim atau memproduksi utusan Injil.[5]
Artinya pernyataan Garrison menjelaskan
bahwa pertumbuhan gereja berkaitan dengan fisik dan non fisik, maksudnya GPdI
Gesing mengalami pertumbuhan melalui penginjilan bukan hanya pada jumlah namun
pada kualitasnya.
A.1.
Sejarah Singkat GPdI Gesing
Sejak
munculnya peristiwa G.30.S.P.K.I tahun 1965, kondisi masyarakat desa Gesing,
kehidupan masyarakat yang suram, dihantui rasa takut, rasa was-was, bermula
dari masyarakat terhisap dalam kelompok tersebut, sejak muncunya peristiwa
G.30.S.P.K.I sering kali masyarakat
mendapat ancaman: “tak ciduk kowe” artinya, mau diambil dijadikan tahanan politik.
Pada waktu itu masyarakat desa mulai berfikir, bagaimana bisa lepas dari rasa
takut dan kuatir. Mereka mulai berupaya untuk mencari perlindungan, rasa aman,
tentram.
Kondisi
politik yang membuat penduduk desa tidak menentu berdampak pada psikologis, hidup
yang terisolir dan tidak ada ketenangan.
Pada
tanggal 28 September 1967, datanglah utusan pelayan Injil dari kota Temanggung
datang lewat jalan persawahan menuju rumah Pak Sukar. Sebab salah satu pelayan
Injil seorang ibu bernama Salamah, dari desa Tepungsari, Temanggung adalah
sahabat Pak Sukar, Ibu Salamah membawa teman-temannya untuk memberitakan Injil
di desa Gesing.
Ternyata
masyarakat desa Gesing sangat responcive terhadap Injil rombongan dari Temanggung. Pada waktu Injil
bekerja di desa Gesing karya Roh Kudus begitu luar biasa, dalam waktu yang
sangat singkat jumlah pengikut Injil begitu banyak sehingga dalam waktu satu
tahun orang-orang gesing menerima Yesus sebagai Juru Selamat ada lima puluh
sembilan keluarga, yang terdiri dari dua ratus orang dewasa dan tujuh puluh
anak.
Setiap
senin diadakan baptisan air di pemandian Pikatan Temanggung. Walau banyak
tantangan dalam pemberitaan Injil pernah suatu malam rumah Pak Sukar (tempat
ibadah) pintu rumah dilabur dengan kotoran
manusia (malam setelah diadakan ibadah di rumah Pak Sukar). Genap satu
tahun sejak awal Injil masuk desa Gesing berdirilah sebuah gedung gereja yang
megah (untuk ukuran desa).
Tanggal
26 September 1968, tepatnya kurang dua hari genap satu tahun P.I di desa gesing
ditabiskan gereja untuk tempat ibadah umat Tuhan di Gesing.
Pernah
terjadi saat malam mengadakan pertemuan panitia pembangunan gereja, dilaporkan
hansip ke KORAMIL, bahwa di desa Gesing ada rapat gelap. Tak disangka,
pagi-pagi secara tiba-tiba 13 orang dipanggil Pak Kadus (Kepala Dusun) kemudian
langsung dibawa ke KODIM. Menurut keterangan orang-orang tersebut akan
dijadikan tahanan politik. Mendengar hal itu semua umat Tuhan yang di rumah
berdoa dan menangis supaya mereka yang dibawa ke KODIM dibebaskan. Dengan pulangnya
mereka dari KODIM banyak orang menjadi percaya, jiwa-jiwa baru bertambah.
Menurut
data dari sekretaris gereka perkembangan jemaaat di desa Gesing adalah sebagai
berikut :
Tahun
|
Jumlah Dewasa
|
Jumlah Anak
|
1967 akhir –
1968
|
255 orang
|
45 anak
|
1969 – 1979
|
316 orang
|
125 anak
|
1980 –
1990
|
430 orang
|
135 anak
|
1991 – 2004
|
550 orang
|
157 anak
|
2005 – 2011
|
700 orang
|
135 anak
|
Berdasarkan
data dari sekretaris gereja perkembangan jemaat di desa Gesing adalah sebagai
berikut :
1. Secara
biologis – pertambahan dari keturunan enam puluh persen
2. Perpindahan
tiga puluh persen
-
Perpindahahan dari gereja lain
-
Melalui perkawinan (yang salah satunya
dari agama bukan Kristen)
3. Melalui
P.I yang diperoleh melalui kesaksian lima persen.
Melihat perkembangan gereja sampai dengan tahun 2009
gereja sudah berulang kali merenovasi bangunan gereja.
A.2.
Dimulainya Penjemaatan
Seiring dengan
pertambahan jemaat, tahun 1967 Pdt.Titus Yuwono melakukan sesuatu yang penting
berhubungan dengan tata cara suatu organisasi yaitu meresmikan perkumpulan
tersebut menjadi bagian dari keluarga besar Gereja Pantekosta Temanggung yang
memiliki badan hukum keagamaan.
Gereja
Pantekosta di Indonesia yang merupakan kelanjutan dari De Pinkesterkerk In
Nederlandsch Indie. Badan hukum adalah persekutuan gerejawi berdasarkan
pemerintah Republik Indonesia dengan Beslit Pemerintah Nomor 33 Tanggal 4 juni
1937, Nomor 368, Keterangan Departemen Agama Republik Indonesia Nomor
E/VII/156/926/73, dan surat keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat
Kristen Protestan Departemen Agama Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1988 tanggal 3 Februari 1988.[6]
Penjemaatan
ini penting untuk dilakukan mengingat bahwa gereja perlu memiliki legalitas dan
pada saat itu sedang terjadi peristiwa politik G/30S PKI, dimana setiap warga
Negara harus memiliki status yang jelas dalam keimanan.
A.3.
Perkembangan Sidang Jemaat
Gereja yang sehat adalah gereja yang berkembang.
Perkembangan gereja ditandai dengan bertambahnya umat yang ada baik secara
kuantitas maupun kualitas. Meminjam istilah C. Peter Wagner, diantara
tanda-tanda lain dari kesehatan yang baik, Tuhan menambah jumlah mereka dengan
orang yang diselamatkan tiap-tiap hari (Kisah rasul 2:47). Jikalau Tuhan tidak
menambah anggota-anggota baru secara tetap, maka ada sesuatu yang tidak beres
dengan gereja itu.[7]
Dalam kurun waktu yang tidak lama
sejak di mulainya ibadah pertama anak-anak pada akhir tahun 1966 hingga tahun
1968 jumlah jemaat mencapai sembilan puluh jemaat yang terdiri dari lima puluh
jemaat dewasa, lima belas pemuda remaja, anak-anak dua puluh lima. Perkembangan
sidang jemaat Gereja Pantekosta Gesing terus mengalami perkembangan hingga saat sekarang ini.
A.4 Kondisi Masyarakat
Wilayah
Temanggung sebagian besar merupakan dataran dengan ketinggian antara lima ratus
sampai dengan seribu empat ratus lima puluh m diatas permukaan air laut, dengan jenis
tanah latosol coklat seluas Dua puluh enam ribu lima ratus enam puluh tiga koma
empat puluh tujuh Ha.[8] Dengan
karunia alam yang luar biasa indahnya, ditunjang hawa yang dingin daerah
Temanggung seharusnya masyarakat memiliki
tingkat kehidupan yang layak. Dikarenakan banyak kendala dan faktor,
dalam kenyataannya tingkat pendapatan daerah hanya lima persen.[9]Hal
ini berarti bahwa kehidupan setiap warga masih jauh dari seperti apa yang
diharapkan, sempitnya lapangan pekerjaan serta terbatasnya infrastruktur
membuat Temanggung menjadi kota sepi, sehingga banyak warga lebih senang kerja
diluar kota.
A.5
Kondisi Sidang Jemaat
1.
Sebelum Injil Masuk
Secara umum pada
tahun 1966 masyarakat di desa Gesing hidup di bawah garis kemiskinan,[10]pertanian
sering mengalami kegagalan ditambah dengan gangguan hama serta situasi keamanan
( banyaknya kasus pencurian) telah membuat kehidupan di desa tersebut semakin
memburuk. Dampak dari kemiskinan yang melilit kehidupan masyarakat, memunculkan
permasalahan sosial masyarakat, antara lain: kejahatan meningkat, pengangguran
dimana-mana.
2. Sesudah Injil masuk
Pelan namun
pasti kehidupan jemaat Desa Gesing mengalami perubahan dalam berbagai hal.
Perubahan yang terjadi diawali oleh berita pengharapan yang disampaikan lewat
pelayanan mimbar, disadari atau tidak kehadiran gereja telah memberi warna
kearah lebih baik dalam kehidupan masyarakat. Leslslie Newbigin menuliskan:
Gereja yang
menjangkau setiap masyarakat manusia, menjalani kehidupan yang berpusat dalam
pengingatan dan pemetasan yang terus menerus tentang pernyataan yang sentral
itu, menawarkan kepada semua orang suatu visi mengenai sasaran sejarah manusia
yang didalamnya kebaikan ditegaskan dan kejahatan diampuni dan dihapuskan.
Suatu visi yang memungkinkan untuk bertindak dengan penuh harapan ketka tidak
ada lagi harapan di duni ini, dan menemukan jalan ketika segala sesuatu gelap
dan tidak ada petunjuk di dunia ini.[11]
Injil telah
merubah tatanan kehidupan masyarakat, hal ini dibuktikan dengan beberapa
prestasi yang telah diraih dan apresiasi dari berbagai kalangan yang telah
diterima, antara lain: juara pertama Agro Forestri tahun 1983 Tingkat Jawa
Tengah, dalam bidang yang sama juara II Tingkat
tahun 1984 Tingkat Jawa Tengah.
3.
Sekilas tentang metode pekabaran Injil
di Gereja pantekosta di Indonesia Gesing
Penginjilan
merupakan suatu rencana dan kehendal Allah didalam proses pertumbuhan gereja yang
memiliki visi dan misi untuk penginjilan sesuai dengan amanat agung Tuhan Yesus
Kristus. Penginjilan adalah rencana dan karya Allah untuk menghimpun bagi
diri-Nya suatu umat untu bersekutu, menyembah serta melayani dia secara utuh
dan serasi [12]
Pertumbuhan penginjilan di desa Gesing sangatlah mengagumkan, metode
kontekstual dalam pelaksanaan penginjilan
sangat bermanafaat untuk tumbuh kembangnya Injil Desa Gesing. Memikirkan soal
metode dalam proses pelaksanaan penginjilan yang kontekstual sangatlah penting
untuk tugas misi yang diembannya agar dapat mencapai hasil yang diharapkan
semaksimal mungkin.[13] Metode
penginjilan perlu dipilih dan dikembangkan secara kreatif sehingga penerima
Injil dapat memperoleh makna yang sesungguhnya dari berita Injil yang
diterimanya. Sesungguhnya tidak ada metode penginjilan yang dapat dikategorikan
paling tepat bagi setiap kesempatan pelaksanaan proses penginjilan. Derek
Prince, dalam bukunya menuliskan bahwa metode harus fleksibel dan suatu waktu
dapat berubah, sesuai dengan kebutuhan atau keadaan yang dihadapi.[14]
Artinya untuk menciptakan sebuah metode yang efektif maka “Bangunlah jembatan
hubungan sosial dengan menciptakan persahabatan. Hal ini harus dilakukan dengan
memperhatikan faktor budaya dan sosial dan tata krama yang berlaku, yang
dilakukan dengan sopan santun.[15]
Menembus
batas bangun komunitas – terjadilah pekabaran Injil di Desa Gesing adalah
anugrah dan karya Allah yang bekerja melalui metode “persahabatan”. Masuknya
Injil melalui persahataan, Pak Sukar dan Ibu Salamah mereka adalah sahabaat
dalam mencari ilmu (ngilmu) Ibu Salamah yang terlebih berjumpa dengan Yesus,
dengan tetap menjalin silaturahmi bersama team dari Temanggung mereka mulai
memberikan Injil kondisi politik yang sedang
bergejolak dimanfaatkan oleh para pemberita Injil untuk memperkenalkan
Yesus. Kondisi sosial, perekonomian pun dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan
Yesus. Keadaan – masyarakat Desa gesing yang miskin pada saat itu, dengan
pelayanan sosial – pembagian sembako –
dan jajanan untuk anak kecil sekolah minggu) dapat meraih banyak jiwa kepada
Yesus.
Persahataan menjadi cara yang efektif untuk memberitaan
Injil. Dalam Kitab Injil Yohanes pasal 4 adalah cara Yesus memberitakan Injil,
Yesus tidak mulai dengan berita Ijiil “messege” memang kabar yang baik (Injil)
itulah yang menjadi kebutuhan utama wanita Samaria itu. Itu juga menjadi kebutuhan
yang sebenarnya (real need) dari manusia. Tetapi dalam pendekatan-nya. Yesus
mulai dengan apa yang dirasakan (felt need) perempuan Samaria itu. “Berilah Aku
minum” adalah kata-kata pembukaan Yesus kertika ia mendekati perempuan Samaria itu
pada waktu terik matahari dipinggir sumur yakub. kalimat itu tidak sekedar
menyatakan bahwa Yesus membutuhkan air minum, tetapi kata-kata itu bisa berarti
“Aku mau bersahabat denganmu”, Yesus menembus batas untuk membangun komunitas,
sebab ungkapan Yesus sangat menggentarkan
hati wanita itu (tak mungkin orang yahudi mau bersahabat dengan orang samaria)
bagi perempuan samaria tak mungkin Yesus(orang Yahudi) mengucapkan kata –kata
seperti yang Yesus ucapkan keseorang
samaria.
Pendekatan
Yesus kepada perempuan samaria, langsung menyentuh kebutuhannnya. Rupanya
perempuan samaria itu merasa tertolak oleh kaum Yahudi, yang sebagaimana kebanyakan
masyarakat di Desa Gesing (oleh peristiwa G.30.S.PKI) kebutuhan manusia adalah
membutuhkan penerimaan dan pengakuan masyarakat lain. Perempuan samaria itu
merasa tidak aman kalau ditolak. Nah Yesus mengetahui keadaan ini. Karena itu,
Yesus mulai dengan bersikap bersahabat, “berilah Aku minum”.
Klehadiran
Ibu Salamah ke Desa Gesing bersama dengan team untuk menjumpai Pak Sukar adalah
sikap persahabatan membangun silaturahmi – melalaui persahabatan – Injil
diberitakan.
4.
Profil
Gereja Pantekosta di Indonesia Gesing
Sistem
pengaturan di dalam Gereja pantekosta di Indonesia adalah Episcopal. Artinya kepemimpinan tertinggi dalam sebuah gereja
terletak pada gembala sidang atau pendeta. Termasuk dalam mengangkat majelis
dan memberhentikannya. Gembala sidang bertanggung jawab atas program dan tata
pelayanan dalam gereja.
URAIAN
TUGAS
Sesuai
dengan struktur organisasi di atas telah disusun uraian tugas sebagai berikut :
Gembala
:
1. Pemimpin
tertinggi
2. Bertanggung
jawab penuh atas tata pelayanan dalam gereja
3. Mengangkat
dan memberhentikan majelis
4. Menyelenggarakan
dan memimpim rapat majelis
Ketua
Majelis
1. Mengkoordinir
fungsi-fungsi kemajelisan, sekretaris dan perbendaharaan
2. Mengatur
dan menharagkan strategi pelayanan
3. Bersama
sekretaris mewakili jemaat secara hukum
keluar dan kemasyarakatan / pemerintahan mendadatangani surat-surat resmi.
4. Memimpin
rapat-rapat wadah.
Wakil
majelis
1. Mewakili/menggantikan
ketua majelis jika berhalangan
2. Membantu
tugas ketua majelis sesuai dengan permintaan dan pengarahan dari kertua majelis
3. Memonitor
pelaksanaan program dari majelis sidang.
Sekretaris
I
1. Mengkoordinasi
dan mengatur fungsi sekretaris gereja serta seluruh sarana dan prasarana
pendukungnya.
2. Bersama
ketua mewakili jemaat secara hukum keluar dan kemasyarakatan/pemerintahan
3. Menyusun
dan mengatur laporan bulanan, laporan
tahunan dan berita lainnnya kepada jemaat
4. Mengatur
dan menguru pemeliharaan gedung gereja berikut perlengkapannya
5. Menyeleksi
surat-surat masuk dan mendistribusikan kepada bidang terkait.
6. Bersama
Gembala, ketua ,menandatangani surat keluar, surat-surat gereja dan dokumen
lainnnya.
Sekretaris II
1. Menggantikan
sekretaris I jika berhalangan
2. Menyusun
/ membuat notulen rapat
3. Membuat
surat undangan rapat ibntermn
4. Mebngurus
dan mengatur arsip surat-surat, dokumentasi foro serta pencatatatan
keperluan gereja dan tentang harta benda
gereja
5. Membantu
urusan rumah tangga gereja lain.
Bendahara
I
1. Mengurus
penerimaan dan pengeluaran setelah disetujui gembala
2. Mengatur
penyimpanan uang di Bank;
3. Mengatur
tata usaha keuangan serta membuat laporan bulanan untuk kepentingan warga
jemaaat.
4. Mengawasi
dan mengendalikan kas kecil pada sekretaris agar efektif sesuai sasaran yang
dicapai
5. Mengawasi
dan mengendalikan anggaran gereja berdasarkan ketetapan yang dibuat dalam buku
rencana tahunan hasil Rakornis
6. Senantiasa
mengawasi dan meningkatkan pelaksanaan prosedur administrasi keuangan gereja,
sehingga keuangan bagian wadah-wadah supaya efektif dan efisien.
Benhadara II
1. Menggantikan
bendahara I jika berhalangan.
TUGAS
DAN KOORDINATOR BIDANG / WADAH
Bidang
I
1. Membawahi
bidang kebaktian, pembinaan dan kategorial (wadah/wadah)
a. Pelnap
b. Pelprap
c. Pelwap
d. Pelprip
2. Dikoordinir
oleh satu anggota majelis
3. Mengatur
kerja tahunan bersama dengan gembala dan tenaga rohani
4. Mengatur
ketertiban jemaaat secara berkesinambungan
e. Mengupayakan
bentuk ibadah yang lebih dinamis dan kreatif (khususnya tentang liturgi
disesuaikan dengan klasifikasi yang disetujui pada tiap-tiap wadah dan liturgi
ibadah)
f. Menanamkan
kesadaran jemaaat untuk hidup dalam doa dan bertekun dalam pengajaran (bad. Kis
1 : 14; 1:4, 5)
2. Diakonia
Pembinaan Jemaaat
dfalam bidang pelayanan (sosial)
a. Menyeleksi
keanggotaan diakonia
b. Mengevaluasi
penerimaaan bantuan diakonia untuk menuntun kebijaksanaan selanjutnya.
c. Melalui
bidang diakonia mengajar jemaat untuk dapat bekerjasama, saling membantu/saling
peduli dan menghargai.
3. Marturia,
peningkatan pembinaan jemaaat bidang kesaksian
a. Mendorong
pelaksanaan penginjilan dalam berbagai bentuk dan metode
b. Pembukaaan
pos penginjilan serta pendewasaan
c. Mendorong
jemaat menyadari akan talenta dan karunia yang diterima dan memaksimalkan untuk
pelayanan.
d. Mengarahkan
semua bentuk pelayanan dalam suatu
tujuan yang sama
e. Menjadikan
gereja yang misoner
f. Menjalin
hubungan dengan lembaga lain, PGPI, BKSUK, BAMAG
g. Menjalin
hubungan dengan pemerintah baik desa maupun tingkat daerah (kecamatan, kabupaten,
propinsi)
Bidang
II (marturia
1. Membawahi,
mengkoordinir bidang, pikumene, misi, teak, PI, upacara gereja (penghiburan,
pernikahan, penyerahan anak, pentabisan gedung gereja) dan sakramen (baptisan
air, perjamuan Kudus).
Bidang II (Diakonia) :
1. Perawatan/visitas
2. Sosial
3. Mengadakan
pemeriksaan kesehatan gratis (Minggu ke IV)
JADWAL KEGIATAN GEREJA
GPdI JEMAAT GESING
Senin
|
18.00 – 19.30
|
Ibadah Doa
|
Selasa
|
18.00 – 19.30
|
Pelprip (Minggu II dan III)
|
Rabu
|
18.30 – selesai
|
PD Imanuel
|
Kamis
|
18.00 – 18.00
|
Ibadah Raya
|
Jum;at
|
13.00 - selesai
|
Doa Puasa
Wanita
|
14.00 – 16.00
|
PELWAP (Minggu II dam III)
|
|
19.00 – 21.00
|
PD PELPRAP
|
|
Sabtu
|
18.00 – 20.00
|
PELPRAP
|
19.00 – selesai
|
PD SION
|
|
Minggu
|
08.00 – 09.00
|
PELNAP
|
09.30 – 11.30
|
Ibadah Raya
|
[1]. AH. Mandey. Mubes Gereja Pantekosta di
Indonesia, ( Batu : MUBES GPdI, 2006)
[2]. C. Peter Wagner, Manfaat
Karunia Roh Untuk Pertumbuhan Gereja, ( Malang : Gandum Mas, 2000), hal 200
[3]. Young G. Chai, Penggembalaan Bersama Dengan Orang Awam,
( Yayasan Info International, 2005), hal 63
[4] David Garrison, 10 Prinsip
Penanaman dan Pengembangan Gereja. Pen. Yohanes R. Suprandono (YWAM Publising
Indonesia, 2008) hal. 14
[5] Ibid. hal. 16
[6]. Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia,
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Bab
1 Pasal 2
[7] . C. Peter Wagner, Manfaat Karunia Roh Untuk
Pertumbuhan Gereja, ( Malang: Gandum Mas, 2000), hal 178
[8] BPS. Temanggung Dalam angka 2002, (
Temanggung, 2002), hal 2
[9].
Ibid, hal 246
[10]. Stefanus Budiyono, Wawancara, 13 April 2011 jam 15.00 WIB
[11]. Lesslie Newbigin, Injil dalam Masyarakat
Majemuk ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hal 314-315
[12]
Y. Yomalata, M. Div. M.J.S, Penginjilan Masa
Kini I, Malang, penerbit Gandum Mas, 1998, hal.1-2
[13] Timotius Agus Suryanto, M.Th,
Diklat Misiologi II. SAM. GPdI, 2008-2009, hal.2-3
[14]
Derek Prince, membangun Jemaaat Kristus. YPI Imanuel, jakarta. 1993. Hal.37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar